KACAMATA BUAT HANAH
Pagi yang menyejukkan
bagi siapapun dikampung itu. Embun yang
masih tersisa di dedaunan. Terdengar kesibukan-kesibukan dari setiap rumah
apalagi yang mempunyai anak yang masih Sekolah Dasar,tak terkecuali sebuah
rumah kecil berdindingkan gedek, beratapkan rumbia yang didalamnya terdapat seorang anak yang
rajin dan ceria.
“bu,
sudah rapi rambutku?”
“sudah.”
“aku
pergi ya bu. “
Ia
berjalan dengan senyum di bibirnya. Jarak rumah kesekolahnya hanya beberapa
meter melewati dua rumah, kebun ubi dan sebuah makam maka dia akan sampai
kesekolahnya tanpa terlamabat seditikpun.
Suasana
sekolah masih sepi hanya ada beberapa murid yang ada disana. Mereka memang
anak-anak yang rajin. Hanah yang baru datang hanya duduk diam di depan kelas
sambil menunggu temannya yang bertugas memegang kunci kelas.
“Hanah,
kamu memang murid teladan. Selalu datang awal.”
“namanya
juga rumah aku dekat.”
Pelajaran
pertama Matematika. Pelajaran yang sangat menyebalkan bagi setiap murid.
Seorang lelaki bertubuh gempal memasuki ruang kelas sambil memegang sebuah kayu
rotan.
“selamat
pagi anak-anak!!!.”
Suaranya yang lantang seakan-akan membuat yang
tidur terbangun, membuat orang yang makan menjadi tersedak,membuat yang
berbicara menjadi terbisu.
“selamat
pagi paaaak!!!!!.”
“bagus.
Begi tu seharusnya mengawali pagi dengan semangat yang membara. Apa jadinya
kalau anak bangsa loyo dan berjiwa lemah?.”
“kamu!!!.”
Dengan
gayanya yang khas memukul meja secara tiba-tiba ketika berbicara dan memanggil
muridnya dikelas.
“ya
pak.”
“apa
cita-citamu?.”
“saya
ingin menjadi guru pak.”
“bagus.
Bagaimana kamu untuk mencapainya.”
“saya
terus belajar dengan semagat dan giat.”
“iya.
Bagus sekali. Semangat adalah kunci segala hal. Jika tak semangat dalam
melakukan suatu niscaya pekerjaan maka hasilnya akan buruk. Baiklah kalau
begitu kita mulai pelajaran.”
“yaaaaaaaaaaaaaachhhhh.”
“baru
saja dikatakan harus semangat sudah loyo. Kalau kalian tidak semangat bagaimana
kalian bisa pintar matematika. Semangat! Semangat!”
Begitulah
pak Tambah memulai pelajarannya.
“sekarang
bapak kasih tugas.”
“wiiiiiiiiihhhhh.”
“kalian
ini kalau ada tugas itu jangan wiiiiiih tapikatakan waaaah maka tugas kalian
selesai dengan wah juga. Ayo semua katakan wah.”
“Waaaaaaaahhhhhhhhhhhh.”
“Nah,
begitu semangat.”
3
jam selesai pelajaran pak Tambah lonceng tanda istirahatpun berbunyi.
Murid-murid berlari menuju kantin. Pelajaran matematika yang menguras otak
membuat mereka menjadi lapar.
Ada yang bermain lompat tali dan ada juga yang
ke perpus seperti Raihanah sigadis mungil.
“Han!”
“Ada
apa Mi.”
“Ayo
ikut main yeye.”
“Males
ah. Badanku kan kecil. Kalau main sama kalian pasti aku kalah.”
“
Ya gak apa-apa kan nanti dibantuin sama satu kelompoknya.”
“Iya
benar tuh kata Rama.”
Niat
Hanah yang ingin ke perpus akhirnya tidak kesampaian karena bujuk rayu
teman-temannya.
“
teng . . . teng . . . teng . . .”
Bunyi lonceng berbunyi keras yang menandakan
istirahat telah usai. Semua muridpun memasuki kelasnya masing-masing.
“
Ayo anak-anak yang beragama kristen pindah kekelas sebelah ya”
Pelajaran di jam keempat adalah pelajaran
agama semua murid kelas B yang beragama Kristen berpindah ke kelas A begitu
juga sebaliknya kelas A yang beragama Islam berpindah ke kelas B.
* * *
“
Hanah . . . !!!”
“ya
. . ., tunggu ya . . . “
“
Ada apa di?”
“Ayo
kita bermain .”
“
Iya, kita panggil yang lainnya ya.”
“
Pasti.”
Aldi
dan Hanah berjalan menyusuri dusun mencari keberadaan teman-temannya.
“
Jadi kita mau bermain apa?”
“
gimana kalau bermain kelereng?”
“
gak ah Ci. Akukan gak pintar. Masa aku Cuma lihatin kalian main.”
“
iya juga ya Nu. Kamukan belum begitu pintar bermain kelereng. Bisa-bisa kamu
kalah terus.”
“
terus kita bermain apa donk.”
“
bagaimana kalau kita bermain paman doli.”
“
ide bagus tuh Han.”
“
gimana dengan kalian? Uci, Inu, Ayu, Dedi, Reni?”
“
setuju . . .”
“
kompak banget sih.”
“
kita mulai ya. Siapa yang akan jaga.”
“
hom pimpa alaium gambreng.”
“
ye . . . aku lepas.”
“
Si Uci udah aman.”
“
hom pimpa.......”
“
Aldi kalah. Aldi jaga.”
“
iya . . . iya . . .”
paman doli tidak tahu malu,
pakai kacamata,
Mata hampir rusak,
Bila memanggil paman,
Paman doli . . .
Bila memanggil becak,
Krining – krining . . .
Ada apa disana?
Ada ular melingkar,
Bila di tembak .
Dor dor dor . . .
Begitulah seterusnya
Hanah dan teman – temannya bermain. Masa yang sangat indah, dimana mereka belum
merasakan masalah yang berat seperti yang dialami oranga dewasa pada umumnya.
Dimana mereka yang masih lugu dan mengukir sebuah persahabatan. Menciptakan
sebuah cerita. Melengkungkan sebuah senyuman. Berlari dengan ceria. Dan yang
paling penting menguatkan sebuah semangat dalam menjalani kehidupan.
“
teman – teman aku sudah capek.”
“
ya udah. Kalau begitu kita istiraht aja dulu.”
“
eh temen – temen gimana kalau besok kita keladangku.”
“
ngapain?”
“
ngambil jambu bol. Mau gak?”
“
mau mau “
“
ya udah, kalau begitu kita pulang aja bentar lagi sore.”
Hanah
dan teman – temanya kembali kerumah masing – masing. Sore telah tiba Hanah maengambil sapu lidi
yang ada dibelakang rumahnya. Ia berjalan menuju halaman depan rumahnya yang
tak begitu besar hanya berukuran 3x4 meter. Hanah menyapu halaman yang kotor
dengan daun – daun pagar yang jatuh karena sudah kering. Setelah menyelesaikan
halaman depan Hanahpun menyapu halaman samping yang hanya ditumbuhi sebuah
pohon bonsai yang sering dijadikan Hanah dan teman – temannya tempat bermain
dibawahnya.
Menjelang
maghrib Hanah dan teman – temannya melihat barisan – barisan burung kalong yang
menciptakan banyak bentuk. Biasanya mereka ditemani nenek angkat Hanah yang
tinggal didepan rumahnya. Nenek yang juga sering direbutkan olehnya dan Aldi
teman dekatnya.
* * *
“
Ci. Aku lihat catatan kamu dong.”
“
ya sudah ambil ini.”
“
Nah.”
“
ya.”
“
aku perhatikan belakangan ini kamu gak bisangeliat kepapan tulis. Terus kamu
jarang bermain karena kamu gak bisa ngeliat yang jauh – jauh.”
“
aku juga pengennya main bareng kalian. Tapi gak tahu ntah kenapa mata aku.”
“
apa kamu rabun jauh ya.”
“
maksudnya?”
“
ia seperti kakak aku. Dia pakai kaca mata baru bisa ngeliat yang jauh – jauh.”
“
Hanah. Uci. Sedang apa kalian?”
“
maaf bu.”
“
jangan berbicara terus.”
“
maaf bu.”
“
ya sudah kita lanjutkan pelajaran.”
Akhir
pelajaran telah usai terdengar suara –suara aba –aba akan pulang.
“
berdiri . . . hormat graaak . . . “
“
selamat siang bu. . .”
“
selamat siang anak –anak.”
Begitulah
setiap anak – anak ketika pelajaran telah berakhir dan merekapun langsung
berlari berhamburan menuju rumah masing – masing. Tampaknya perut – perut lapar
membuat mereka semangat menuju rumahnya.
“
o ia Ci. Tentang biaya kacamata itu berapa ya?”
“
harganya sekitar limaratus ribuan.”
“
o. Limaratus ribu ya.”
“
ya.”
“
ya udah aku duluan ya.”
“
ia.”
“
assalamu’alaikum.”
“
wa’alaikumussalam.”
“
bu.”
“
ia Han. Ada apa?”
“
kalau Hanah minta sesuatu boleh gak?”
“
emangnya mau apa?”
“
Hanah pengen beli kaca mata.”
“
buat apa?”
“
aku sudah tidak bisa melihat sesuatu sampai jauh bu.”
“
ya sudah. Kalau ibu punya uang ibu akan belikan.”
Setiap
hari Hanah meminjam catatan Uci jika ada catatan di papan tulis. Itu membuatnya
menjadi sangat susah dalam belajar. Satu semester Hanah mengalami hal itu
akibatnya ia tak mendanpatkan ranking pertama lagi dikelasnya.
“
Hanah . . .”
“
teman – teman. Mau ngajak main ya? Kan udah aku bilang aku gak bisa main lagi.
Kalian aja yang main ya. Aku dengerin kalian aja dari rumah.”
“
siapa bilang kamu gak bisa main lagi Han.”
“
kaliankan sudah tahu tentang penyakit mataku ini. Tunggu ibuku punya uang baru
aku bisa beli kaca mata dan bermain lagi bersama kalian.”
“
kelamaan Han. Kami gak mau menunggu lagi.”
“
mau bagaimana lagi teman – teman.”
“
kamu bisa kok bermain.”
“
caranya?”
Mereka
semua tersenyum saling berpandangan satu sama lain.
“
kami ada sesuatu buat kamu. Walau semester ini kamu tidak juara kelas tapi kau
tetap menjadi juara di haati sahabat – sahabatmu ini. Dan karena kamu telah
juara di hati kami, kami akan memberikan hadiah buat kamu.”
Reni
memberikan sebuah bungkusan kecil kepada Hanah.
“
boleh aku buka sekarang?”
“
gak usah. Tahun depan aja.”
“
ha . . . ha . . . ha . . .”
Mereka
berenam tertawa.
“
ya sekaranglah Han.”
Srek
. . . srek . . . Hanah membuka bungkusan kecil itu dan ia sangat terkejut dan
langsung berpelukan dengan sahabat – sahabatnya.
“
terimakasih teman – teman. Tapi kalian uang darimana? Inikan sangat mahal.”
“
selama semester ini kami menyisihkan sedikit uang jajan kami. Itu sih tidak
seberapa dibanding dengan persahabatan kita.”
“
sekali lagi terimakasih.”
“
ya sudah. Gak usah drama – dramaan lagi. Lebih baik kita main sekarang. Udah
rindu banget nih main sama kamu Han.”
Mereka
kembali menghidupkan keceriaan yang telah lama hilang dari mereka. Mereka
kembali bermain dibawah pohon besar yang
selalu jadi kebanggaan mereka.
SELESAI
Masa
kecil adalah sebuah kebahagiaan yang paling sederhana. Tak ada masa yang paling
bahagia melainkan masa kecil. Dimana saat itu belum mengenal masalah yang
begitu berat.